Tradisi Berageh - Gabriel Alvando

Catatan Gabriel

Post Top Ad

Responsive Ads Here




      Kalau mau mempelajari sejarah  kehidupan Masyarakat tradisional  Suku Dayak Kantu’,  yang  hidup di Kabupaten Kapuas Hulu Kalimantan Barat, sebetulnya mereka memiliki jaringan sosial yang sangat kuat.  Hal ini terlihat pada sosial kehidupan di rumah betang ( Bahasa Dayak Kantu’ menyebutnya: Rumah Panjai) misalnya musyawarah (behaum ), berimpoh, bedurok sampai kepada hasil buruan yang dibagi dan dimakan bersama seluruh penghuni Rumah Betang (Rumah Panjai) demikian juga kalau ada pesta atau gawai perkawinan dan kematian misalnya seluruh penghuni rumah Betang menanggungnya bersama.
     Juga yang tidak kalah pentingnya adalah, bahwa Petani Tradisional Dayak Kantu’ adalah “Pengusaha tanpa manajemen Perusahaan” yang disebut dengan “Berageh”. Sangat disayangkan budaya berageh tidak mampu dimanajemen secara profesional.  Dimana kegiatan berageh lebih mementingkan individualisme ketimbang kerja organisasi, sehingga tidak terciptanya ekonomi kreatif  yang mampu menempatkan diri sebagai pemain utama terhadap pasar.
    Berageh dapat diartikan menjual hasil bumi yang mereka dapat dengan berkeliling dari rumah- kerumah atau dari kampung kekampung atau dari Desa kedesa dengan digendong atau dengan sampan.
    Ibu- ibu Suku Dayak Kantu’ yang berageh adalah pekerja keras dan rajin membangun hubungan- hububungan sosial. Sangat memprihatinkan relasi sosial dan kerja keras itu tidak dapat diterjemahkan menjadi suatu keunggulan dalam  ekonomi pasar.
     Secara keseluruhan sosial kehidupan Suku Dayak Kantu’ di Kabupaten Kapuas Hulu boleh dikatakan hampir setiap keluarga di desa- desa memiliki ladang- ladang untuk menanam padi yang luas, memiliki paling tidak sebidang kebun karet dan memiliki sebuah motor tempel  (kapal motor ) untuk berusaha. Pertanyaannya adalah :”Mengapa mereka tidak mampu membangun jejaring sesama pengusaha satu Desa agar mampu mempertahankan harga standard pasar ?”
DASAR PERMODALAN
     Budaya kehidupan di Rumah Betang (Rumah Panjai ) dengan serangkaian adat - budaya dan sederetan peristiwanya seperti bepekat/ behaum, berimpoh/ gotong- royong ( artinya bantuan tenaga kerja dari luar keluarga untuk membantu kegiatan tanpa ada imbalan atau balasan apapun), bedurok ( artinya memberikan konpensasi kewajiban tenaga kerja yang setimpal dengan bantuan tenaga kerja yang diterimanya ), serta tolenransi dan lain sebagainya tersebut tidak mampu diterjemahkan kedalam praktek penyelenggaraan kegiatan ekonomi produktif  yang berbasis ekonomi pedesaan – kerakyatan guna menciptakan kerja sama ekonomi di Pedesaan ?.


     Dalam mengembangkan usahanya di Pedesaan/ Kampung, para Pengusaha Desa/ Petani Pedesaan nampaknya lebih suka menjaring relasi dengan pengusaha diatasnya, para tengkulak dan lintah darat diperkotaan ketimbang dengan sesama pengusaha dipedesaan atau di kampung. Sehingga sosial kehidupan mereka tetap statis bahkan semakin terjepit saja.
     Kalau saja para Petani Suku Dayak Kantu’ ini mampu menciptakan modal sosial tradisional yang diwariskan oleh budaya Rumah Betang (Rumah Panjai ) yang bersumber dari kearifan lokal dari berladang “gilir balik” dan hasil buruan serta tangkapan ikan disejumlah danau dan sungai kedalam ekonomi kreatif, diyakini mereka mampu menciptakan jejaring harga yang serempak dalam satu desa, satu Kecamatan, atau satu Kabupaten bahkan mungkin satu Propinsi.
     Bila harga karet per kilo gram saat ini dipasaran bertengger diangka Rp.4.000,- semestinya mereka serempak membatalkan transaksi, kecuali bila harga telah sesuai dengan yang diinginkan. Begitu pula dengan pengelola Sumber Daya Alam yang lain. Namun semua itu tidak mampu mereka terjemahkan.
     Tidak sedikit lahan kebun atau Ladang (untuk Gilir – Balik ) masyarakat Suku Dayak Kantu’ (Seperti di Kecamatan Seberuang dan Semitau termasuk juga Kecamatan Empanang  Kabupaten Kapuas Hulu Propinsi Kalimantan Barat ) yang telah dijual kepada Perusahaan  (Perkebunan Sawit ) karena mereka tidak berdaya menghadapi korporasi yang manajemennya sudah mapan, dan juga sebagian dari mereka ingin mendapatkan uang banyak dalam waktu singkat, sehingga kerusakan lingkungan hutan dan pencemaran Daerah Aliran Sungai dan Danau tidak terelakan, kebakaran hutan menjadi pemandangan baru, dan banjir menjadi warisan kepada anak cucu nanti.
     Semua ini terjadi, karena mereka sebagai “Pengusaha tanpa manajemen Perusahaan” tidak memiliki kekuatan jaringan yang terorganisir untuk menolak atau paling tidak menegosiasi politik para investor yang sudah terorganisir dengan baik.
NEGARA DIMINTA HADIR
     Gambaran diatas menujukan betapa sulit bagi Petani Pedalamanan Kalimantan Barat, khususnya Masyarakat Suku Dayak Kantu’ untuk mengembangkan diri, bila kemampuan nego individu lebih ditonjolkan ketimbang  kemampuan korporasi, apa lagi kalau stempel “ Pengusaha tampa manajemen Perusahaan” terus dikembangkan.
     Kalau  para Petani Dayak, khususnya Suku Dayak Kantu’ tidak mampu memerankan diri sebagai manajer yang baik dan profesional, paling tidak bertindak sebagai “Pengusaha dengan majemen Perusahaan” serta menciptakan kerja sama antar Pengusaha (Petani ) satu Desa, atau satu Kecamatan, atau mungkin satu Kabupaten,  alangkah baiknya kalau mampu satu Propinsi, mustahil kegiatan ekonomi mereka dapat berkembang dengan baik.
     Tergusurnya kearifan- kearifan lokal, tanah/ lahan tempat mereka menggantungkan hidup dan kehidupan mereka, adat serta budaya masyarakat disekitar hutan, rendahnya pendidikan, kesehatan yang masih porak poranda, kemiskinan makin merajalela dan terstruktur, serta harga hasil hutan atau kebun yang terombang- ambing dan budaya Betang Panjang (Rumah Panjai ) semakin melorot jauh adalah suatu bukti ketidak berdayaan mereka menghadapi jaringan ekonomi yang semakin mengglobal ini.

     Sebab dalam kontestasi ekonomi modern, persaingan kontestan bisnis terjadi secara terbuka, yang bukan saja antar petani atau pengusaha tetapi juga antar organisasi. Disinilah peran Negara diperlukan...?!. Terutama menumbuh kembangkan semangat “BERAGEH/BARAGEH yang ditunjang oleh budaya  RUMAH BETANG/ RUMAH PANJAI”. S e m o g a...!!!

Referensi: Gabriel Alvando

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages