MIMPI YANG TERSISA. - Gabriel Alvando

Catatan Gabriel

Post Top Ad

Responsive Ads Here

MIMPI YANG TERSISA.

Share This


PERTANIAN TANAMAN PANGAN ADALAH UJUNG TOMBAK
     Pertanian Tanaman Pangan diyakini sebagai ujung tombak kegiatan ekonomi di Kalimantan Barat, oleh sebab itu tidak terlalu berlebihan jika rakyat Kalimantan Barat menggantungkan mimpi “bahwa Pemeritah Daerah Kalimantan Barat (baik Kabupaten, Kota maupun Propinsi )” lebih menitik beratkan pembangunan sosial ekonomi pada sektor Pertanian
     Kalimantan Barat dengan potensi Sumber Daya Alamnya yang berlimpah, mestinya mampu menyediakan kebutuhan bagi masyarakat. Namun sampai sekarang pembangunan yang optimal kesektor Pertanian kususnya Padi belum dimanfaatkan, untuk kepentingan rakyat.
     Harus diakui bahwa masa depan rakyat Kalimantan Barat tidak dapat dilepaskan dengan usaha pertanian. Diperdiksikan 80-an persen penduduk Kalimantan Barat masih menggantungkan hidupnya bercocok tanam dengan berladang “gilir balik” atau berpindah- pindah.
     Maka oleh sebab itu, guna menjaga kestabilitas kegiatan usaha pertanian, diharapkan Pemeritah membuat tata ruang sentra produksi dengan membentuk sentra produksi pertanian yang meliputi tanaman pangan berupa padi dan hortikultura, juga melihat sejumlah danau- danau dan sungai yang tersebar diseluruh wilayah Perikanan, disamping peternakan yang terkoordinir dan terencana.
     Sampai saat ini, untuk menggenjot kegiatan dan meningkatkan usaha tani terpadu, Petani masih menghadapi berbagai persoalan, yaitu sarana penunjang seperti Pasar Induk Pertanian, sarana transportasi dan sarana irigasi. Serta alat kelengkapan pertanian seperti Traktor dan mesin Perontok bulir- bulir padi serta harga pupuk dan obat- obatan pertanian yang selangit masih menjadi kendala. Juga tenaga pendamping seperti Penyuluh Pertanian Lapangan dan insiminator yang bertugas dilapangan hendaknya perlu dicukupi jumlah dan dipertegas wilayah kerjanya, demi menjaga efektifitas kegiatan.
     Prestasi Soeharto membuat Indonesia swasembada pangan dengan INMAS dan BIMAS nya kini hilang bersama dengan tumbangnya era Orde Baru, menurut Petinggi Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Kalimantan Barat dalam kata sambutannya pada acara reuni IKA – SPP SPMA Kalimantan Barat beberapa waktu yang lalu mengatakan bahwa, “ ada kekuatiran Negara maju (seperti Amerika Serikat ) kalau Indonesia swasembada Pangan”. Cuma disayangkan Pemerintah Soeharto tidak membuat tata ruang wilayah yang betul- betul berpihak kepada rakyat Kalimantan Barat.
     Apa lagi di era  Reformasi, keadaan tambah runyam dengan masuknya Perkebunan (Sawit ) ke Kalimantan Barat, alih fungsi  lahan produktif Pertanian menjadi perkebunan semakin luas dan masif saja, sehingga membuat lahan untuk masyarakat barladang semakin sempit, sementara usaha Pemeritah untuk merencanakan lahan baru (Sawah ) sepertinya tidak ada.


TATA RUANG WILAYAH MENGABAIKAN KEPENTINGAN RAKYAT
     Harapan Masyarakat Kalimantan Barat, keserius Pemerintah dalam menggenjot usaha tani sangat dinantikan, guna meningkatkan kesejahteraan Petani, dan menuju kedaulatan Pertanian dan swasembada Pangan. Disamping itu untuk meningkatkan pendapatan Daerah menuju masyarakat mandiri dengan memanfaatkan seluruh potensi yang ada, bermartabat, beradab dan beretika. Dan yang terpenting Pemerintah bersama- sama dengan rakyat lebih mengedepankan ekonomi kerakyatan dengan membangun prasarana jalan yang mulus sampai ketepi sawah, tali- tali air yang dibangun sampai kepelosok, ada prasarana Pasar Induk Pertanian dan jaringan pemasaran yang memadai. Kemudahan itu juga mesti  diawali dengan akses ada benih unggul yang berkualitas, pupuk dan obat- obatan pertanian yang mampu dijangkau oleh kantong Petani serta pinjaman lunak untuk modal usaha. 
     Lalu yang tidak kalah pentingnya , diharapkan Pemerintah membuat tata ruang wilayah yang betul- betul  berpihak kepada Rakyat, dengan membentuk sentra Produksi Pertanian yang meliputi tanaman pangan seperti  Padi dan hortikultura.
     Sebab sampai saat ini Pemerintah, sepertinya masih  setengah hati membuat tata ruang wilayah yang berpihak kepada rakyat, hal ini disebabkan :
1.
Pemerintah “Orde Baru” sengaja meninggalkan staregi pembengunan yang menekankan struktur sosial ekonomi yang secara radikal telah dianut oleh Pemerintah sebelumnya (Orde Lama). Pemerintah Orde Baru memandang bahwa peningkatan pertumbuhan ekonomi jauh lebih penting dibandingkan dengan pelaksanaan “Pertanahan/ Landreform”.
2.
Disamping itu produk Hukum setingkat Undang- Undang, terutama Undang- undang  Nomor 5 Tahun 1960 Tentang “Pertanahan” Juncto Peraturan Menteri Negara/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 yang menjadi politik Hukum Pertanahan Nasional yang sarat dengan kepentingan politik dan tidak berpihak kepada kepentingan Rakyat
     Dua persoalan diatas sangat berpengaruh besar dalam membuat “Tata Ruang Wilayah”, di Kalimantan Barat sehingga laju pembangunan ekonomi yang semata- mata menargetkan pertumbuhan ekonomi dan mengabaikan kepentingan masyarakat luas (rakyat ) telah memarginalkan posisi masyarakat, terjadi pemiskinan dikalangan masyarakat  yang delapan puluhan persen adalah Petani itu. Sebagai akibat lahan/ tanah untuk menggantungkan hidup dan kehidupan masyarakat  telah dirampas Pemerintah atas nama Negara, dan diberikan kepada Pengusaha.


     Pemerintah dengan bangga memandang, atas  nama pertumbuhan ekonomi seperti itu seluruh pencapaian kesejahteraan hanya diukur dengan angka nilai ekspor, pembangunan infrastruktur diperkotaan (buka didaerah Pedesaan ) dan luasnya lapangan kerja. Dampak lingkungan   dan perusakan hutan serta pencemaran sungai tidak pernah diperhitungkan.
     Selama Pemerintah Orde Baru, hutan Kalimantan Barat telah di kavling- kavling menjadi beratus- ratus konsasi HPH, HTI dan Perkebunan (Sawit terutama), hal ini berlanjut sampai  era Reformasi  hingga sekarang.
     Harus diakui, bahwa sejak 50 tahun terakhir ini, kebijakan pengelolaan Sumber Daya Alam di Kalimantan dimulai dari sebuah produk politik kebijakan Nasional untuk memberikan jalan investasi  modal dalam eksploitasi Sumber Daya Alam, yang dimulai dari Hak Penguasa Hutan, Hutan Tanaman Industri, Pertambangan dan Perkebunan, kesemuanya itu tidak ada yang memberikan harapan cerah kepada rakyat.
     Alih fungsi lahan produktif bahan pangan mejadi Perkebunan (Sawit )berdampak kepada perubahan kondisi bentang alam yang membawa kerusakan lingkung hampir seluruh wilayah. Contoh kasus adalah Kabupaten Kapuas Hulu yang telah ditetapkan sebagai Kabupaten Konservasi, khususnya di pinggir Danau Sentarum yang dulu ditumbuhi Hutan kini berubah fungsi menjadi hamparan Sawit. Dimana Kecamatan Puring Kencana, Kecamatan Batang Lupar, Kecamatan Empanang dan Kecamatan Badau yang dulu ditumbuhi hutan tropika perawan, kini menyusuri wilayah perbatasan Indonesia (Kalbar ) dengan Negara Bagian Sarawak Malaysia tersebut  kita akan dimanjakan suguhan pemandangan perkebunan Kelapa Sawit sejauh mata memandang.
     Akibatnya kawasan resapan DAS Empanang  dan Kantu’ airnya yang dulu jernih dan bening  kini berobah keruh dan berwarna kecoklatan. Dampak lain adalah warga kesulitan mendapatkan pasokan pangan tradisional, karena hutan yang dulu dijadikan tempat berburu, meramu, mencari ikan dan berladang “gilir balik” atau berpindah- pindah sudah berubah fungsi menjadi tegakan Kelapa Sawit.
     Ini eronis, di Kabupaten yang sejak tahun 2005 telah ditetapkan sebagai Kabupaten Konservasi dan masuk dalam areal “the Heart of Borneo” yang disingkat “HoB”, dan Taman Nasional Danau Sentarum dan sumber resapan Sungai Kapuas ternyata telah disulap menjadi areal “Perkebunan Kelapa Sawit”.
     Semua program ini tidak mendatangkan keuntungan bagi masyarakat, bahkan rakyat semakin sengsara saja, dan salah satu dampaknya Indonesia dilanda asap sebagai akibat kebakaran lahan dan gambut, kiranya terlalu berlebihan kalau rakyat yang menjadi kambing hitamnya; sebab berladang berpindah “gilir balik”   yang sudah turun temurun dilakukan oleh Masyarakat sangat memperhatikan kedaan alam dan arah angin, lagi pula ladang tidak pernah di areal gambut.   
    Semua program tersebut  diatas ternyata sangat  merugikan masyarakat....!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages